"Aku Binatang Jalang, dari kumpulannya yang terbuang" the words that came from a young poet who lived during the Indonesian independence movement. Someone who wants to contribute to the country of Indonesia with his poems are harsh and arouse controversy, but alive. A young man who lived not so long in this world, died at the age of the productive, at the age of 27 years. I want to live another 100 years, old are still young Anwar your work but keep in mind all the time.
Anwar (born in Medan, North Sumatra, July 26, 1922 - died in Jakarta, 28 April 1949 at age 27 years), otherwise known as "The Beast Bitch" (from his work, I) is Indonesia's leading poets. Together Asrul Sani and Rivai Apin, he was named by HB Jassin as a pioneer of modern poetry Force '45 and Indonesia.
Here the famous poem from Chairil Anwar:
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
1948
Ingat betul sama puisi ini, karena dulu pas SMP bisa memenangkan lomba puisi se kodya surabaya dg membaca karya Khairil Anwar ini.
ReplyDeleteBerawal dari puisi ini akhirnya saya menyukai dunia teater dan saat ini terjun ke penulisan.
wah mantap donk mas arie, sastra merupakan ilmu yang mampu berintegrasi ke berbagai macam disiplin ilmu
ReplyDeletekarya Chairil Anwar memang menakjubkan
ReplyDeletechairil anwar slh satu sastrawan favorit sya...
ReplyDeletehehehehehe